Sabtu, 09 Juli 2016

How to Be Single in Real Life.


-How to be single-. 

Film ini menceritakan tentang beberapa perempuan dan seorang laki-laki yang kehidupannya berada pada masa-masa sendiri mereka. Ada yang memilih sendiri karena harus menjauh dari pacarnya, ada yang memang lebih senang dengan kesendirian (dan lebih senang dengan kehidupan one night stand), ada yang memilih sendiri karena mencari pasangan terbaik, dan yang memilih sendiri karena (sepertinya) Ia cukup merasa sulit berada dalam komitmen hubungan.

Beberapa hal yang bisa dipetik dari film ini, dan sedikit membuat saya tersenyum adalah banyak orang berusaha sekuat tenaga untuk menjadi bahagia dalam kesendiriannya. Tapi apa? Mereka menggunakan cara orang lain, yang akhirnya adalah membuat mereka sendiri bingung dengan posisi mereka. Dalam keadaan saya saat ini (yang akhirnya) memilih untuk sendiri, film ini cukup berpengaruh pada diri saya karena saya merasa mungkin dengan cara-cara seperti itu saya bisa bahagia (mengenal lelaki lain, mengenal dunia yang benar-benar menghibur, mengenal apa yang saya sama sekali belum pernah temui sampai saat ini). Tapi, sesungguhnya kebahagiaan itu ada pada diri saya sendiri. Ketika saya mengikuti apa yang saya mau, saya merasa menjadi manusia bebas. Dengan dukungan dari (terutama) orang tua saya mengenai pilihan-pilihan hidup saya, saya rasa ini semua sudah cukup untuk membuat saya bahagia.

Saya belum ke mana-mana. Sama seperti orang-orang yang memilih sendiri lainnya. Saya masih di sini dengan tentunya hati dan pikiran yang baru. Jika kemarin saya banyak memikirkan tuntutan pernikahan, hari ini saya merasa bebas. Saya tidak perlu memahami orang lain untuk membuat saya bahagia. Toh saya bisa berdiri dan merdeka di atas diri saya sendiri. Mungkin, hanya belum waktunya saya untuk mengenal orang lagi.

Kebebasan, seperti yang dijelaskan dalam film ‘how to be single’ ini menurut saya cukup abstrak, karena sejauh-jauhnya kita melangkah dan semakin kita mencari kebebasan, sesungguhnya kita masih mengikat tuntutan di punggung kita. Entah memang tuntutan atau keinginan untuk tidak sendiri. Kadang, ketika kita sudah memilih untuk sendiri, ada banyak orang yang membuat kita yakin bahwa sendiri bukanlah pilihan yang baik, seakan kita harus hidup dengan bantuan orang lain.

Pada akhirnya, seperti yang terjadi hari ini. Saya berusaha untuk memulai pelan-pelan menghapus keinginan itu dan berusaha membuat jawaban untuk tuntutan yang diberikan pada saya. Kebebasan menurut saya pada akhirnya ada pada batasan-batasan diri sendiri, sejauh mana ia melangkah dan dimana letak garis penjaga yang selama ini dipasang. Kalau saya, garis itu sudah entah ke mana adanya. Maka saya harus berlari, meninggalkan garis awal, dan mengejar garis-garis kebebasan itu. Meskipun sampai hari ini saya tidak tahu seberapa jauh lagi saya harus berlari mengejar garis itu.
Saya bimbang, tapi hari ini saya tahu bahwa saya bebas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar