-How to be
single-.
Film ini menceritakan
tentang beberapa perempuan dan seorang laki-laki yang kehidupannya berada pada
masa-masa sendiri mereka. Ada yang memilih sendiri karena harus menjauh dari
pacarnya, ada yang memang lebih senang dengan kesendirian (dan lebih senang
dengan kehidupan one night stand), ada yang memilih sendiri karena mencari
pasangan terbaik, dan yang memilih sendiri karena (sepertinya) Ia cukup merasa
sulit berada dalam komitmen hubungan.
Beberapa hal yang bisa
dipetik dari film ini, dan sedikit membuat saya tersenyum adalah banyak orang
berusaha sekuat tenaga untuk menjadi bahagia dalam kesendiriannya. Tapi apa? Mereka
menggunakan cara orang lain, yang akhirnya adalah membuat mereka sendiri
bingung dengan posisi mereka. Dalam keadaan saya saat ini (yang akhirnya)
memilih untuk sendiri, film ini cukup berpengaruh pada diri saya karena saya
merasa mungkin dengan cara-cara seperti itu saya bisa bahagia (mengenal lelaki
lain, mengenal dunia yang benar-benar menghibur, mengenal apa yang saya sama
sekali belum pernah temui sampai saat ini). Tapi, sesungguhnya kebahagiaan itu
ada pada diri saya sendiri. Ketika saya mengikuti apa yang saya mau, saya
merasa menjadi manusia bebas. Dengan dukungan dari (terutama) orang tua saya
mengenai pilihan-pilihan hidup saya, saya rasa ini semua sudah cukup untuk
membuat saya bahagia.
Saya belum ke
mana-mana. Sama seperti orang-orang yang memilih sendiri lainnya. Saya masih di
sini dengan tentunya hati dan pikiran yang baru. Jika kemarin saya banyak
memikirkan tuntutan pernikahan, hari ini saya merasa bebas. Saya tidak perlu
memahami orang lain untuk membuat saya bahagia. Toh saya bisa berdiri dan
merdeka di atas diri saya sendiri. Mungkin, hanya belum waktunya saya untuk
mengenal orang lagi.
Kebebasan, seperti yang
dijelaskan dalam film ‘how to be single’ ini menurut saya cukup abstrak, karena
sejauh-jauhnya kita melangkah dan semakin kita mencari kebebasan, sesungguhnya
kita masih mengikat tuntutan di punggung kita. Entah memang tuntutan atau
keinginan untuk tidak sendiri. Kadang, ketika kita sudah memilih untuk sendiri,
ada banyak orang yang membuat kita yakin bahwa sendiri bukanlah pilihan yang
baik, seakan kita harus hidup dengan bantuan orang lain.
Pada akhirnya, seperti
yang terjadi hari ini. Saya berusaha untuk memulai pelan-pelan menghapus
keinginan itu dan berusaha membuat jawaban untuk tuntutan yang diberikan pada
saya. Kebebasan menurut saya pada akhirnya ada pada batasan-batasan diri
sendiri, sejauh mana ia melangkah dan dimana letak garis penjaga yang selama
ini dipasang. Kalau saya, garis itu sudah entah ke mana adanya. Maka saya harus
berlari, meninggalkan garis awal, dan mengejar garis-garis kebebasan itu. Meskipun
sampai hari ini saya tidak tahu seberapa jauh lagi saya harus berlari mengejar
garis itu.
Saya bimbang, tapi hari
ini saya tahu bahwa saya bebas.