Senin, 11 April 2016

Jilbab dan Pilihan

Akhir-akhir ini, kita kerap mendengar pertanyaan bahkan pernyataan yang memojokkan perempuan-perempuan tidak berjilbab. Mereka dipertanyakan keislamannya, mereka diberikan cap sebagai orang-orang yang belum menaati perintah agama. Tidak jarang orang-orang yang gembor mempublikasikan ini menggunakan bantuan visual yang mengerikan, seperti contohnya gambar seorang perempuan yang dibakar api neraka akibat tidak menggunakan jilbab.

Jilbab adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk menggunakannya atau tidak. Di sini saya tidak ingin menggunakan kata ‘perempuan yang belum menggunakan jilbab’ karena kalimat tersebut merujuk pada kalimat yang seakan mendorong dan memiliki keinginan semua perempuan untuk menggunakan jilbab.

Jilbab menurut Saya, sama selayaknya pakaian lainnya.. sama seperti topi, scarf…. Kita bebas menggunakannya ataupun tidak. Kita berhak untuk mengajak orang lain, tapi ingat hak kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Jika seseorang tidak ingin menggunakan jilbab, biarlah. Itu pilihannya.

Saat ini jilbab dijadikan ukuran kecantikan yang baru oleh masyarakat kita, mungkin sebagian pembaca sudah sadar dengan hal ini. Tapi, biar Saya gambarkan pengalaman-pengalaman Saya dan pengalaman orang lain yang saya lihat. Seorang perempuan akan dianggap sempurna jika Ia menggunakan jilbab (tertutup), prilakunya santun, rajin ibadahnya, dan selalu keluar kata-kata bertema agama dari mulutnya. Mereka dianggap sebagai sosok yang sempurna, sehingga beberapa laki-laki yang berfantasi akan hal tersebut mengaminkan sosok kesempurnaan itu. Selanjutnya, aturan yang harus ditaati oleh ‘perempuan sempurna’ ini adalah tentunya tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sering ke tempat hiburan malam, dan juga beberapa hal yang dianggap masih tabu oleh masyarakat kita. Jika melanggar, maka gugurlah sosok tersebut. Mereka akan mendapatkan stigma perempuan yang tidak baik-baik. Perempuan dikotak-kotakkan dan diberikan kelas. Seakan kita bukanlah manusia  yang sama seperti dunia laki-laki. Pemikiran ini kelak diaminkan oleh beberapa perempuan. Miris.

Kemudian, saya juga kerap mendengar mengenai perbandingan perempuan satu dengan perempuan lainnya yang diibaratkan dengan permen ataupun kue di pasar. Yang satu kue di etalase dan tertutup, dan yang satunya lagi kue di emperan dan terbuka.. dilaleri.. kue yang pertama adalah perempuan berjilbab, dan perempuan yang kedua adalah yang tidak berjilbab. Analogi macam apa ini? tidak masuk akal, bagaimana bisa manusia disamakan dengan benda?

Kaitannya dengan pembahasan sebelumnya, di sini saya mencoba menjelaskan bahwa memang dunia ini sayangnya milik laki-laki. Perempuan bahkan tidak memiliki ruang untuk memilih apa yang diinginkannya. Kita, toh bukan hanya objeknya laki-laki bukan? Kita manusia merdeka dan dapat menentukan sendiri definisi cantik kita tanpa harus melihat definisi yang dibuat sebagian laki-laki tersebut.


Saya adalah pengguna jilbab, dan ini adalah bentuk ungkapan perasaan saya yang selama ini kecewa.. yang dianggap paling suci, dan jika saya melakukan sesuatu di luar definisi suci tersebut, saya akan sangat dihina-hina. Penggunaan jilbab ini adalah salah satu bentuk kebebasan berekspresi saya. saat ini, saya nyaman dengan saya yang seperti ini. urusan dosa atau mendapat pahala, saya rasa itu sudah menjadi Hak Tuhan untuk memberikannya. Saya harap  tulisan singkat ini dapat mewakilkan keresahan saya selama ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar