Akhir-akhir
ini, kita kerap mendengar pertanyaan bahkan pernyataan yang memojokkan
perempuan-perempuan tidak berjilbab. Mereka dipertanyakan keislamannya, mereka
diberikan cap sebagai orang-orang yang belum menaati perintah agama. Tidak jarang
orang-orang yang gembor mempublikasikan ini menggunakan bantuan visual yang
mengerikan, seperti contohnya gambar seorang perempuan yang dibakar api neraka
akibat tidak menggunakan jilbab.
Jilbab adalah
sebuah pilihan. Pilihan untuk menggunakannya atau tidak. Di sini saya tidak
ingin menggunakan kata ‘perempuan yang belum menggunakan jilbab’ karena kalimat
tersebut merujuk pada kalimat yang seakan mendorong dan memiliki keinginan semua
perempuan untuk menggunakan jilbab.
Jilbab
menurut Saya, sama selayaknya pakaian lainnya.. sama seperti topi, scarf…. Kita
bebas menggunakannya ataupun tidak. Kita berhak untuk mengajak orang lain, tapi
ingat hak kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Jika seseorang tidak ingin
menggunakan jilbab, biarlah. Itu pilihannya.
Saat ini
jilbab dijadikan ukuran kecantikan yang baru oleh masyarakat kita, mungkin
sebagian pembaca sudah sadar dengan hal ini. Tapi, biar Saya gambarkan
pengalaman-pengalaman Saya dan pengalaman orang lain yang saya lihat. Seorang perempuan
akan dianggap sempurna jika Ia menggunakan jilbab (tertutup), prilakunya santun,
rajin ibadahnya, dan selalu keluar kata-kata bertema agama dari mulutnya. Mereka
dianggap sebagai sosok yang sempurna, sehingga beberapa laki-laki yang
berfantasi akan hal tersebut mengaminkan sosok kesempurnaan itu. Selanjutnya, aturan
yang harus ditaati oleh ‘perempuan sempurna’ ini adalah tentunya tidak merokok,
tidak minum alkohol, tidak sering ke tempat hiburan malam, dan juga beberapa
hal yang dianggap masih tabu oleh masyarakat kita. Jika melanggar, maka
gugurlah sosok tersebut. Mereka akan mendapatkan stigma perempuan yang tidak
baik-baik. Perempuan dikotak-kotakkan dan diberikan kelas. Seakan kita bukanlah
manusia yang sama seperti dunia
laki-laki. Pemikiran ini kelak diaminkan oleh beberapa perempuan. Miris.
Kemudian,
saya juga kerap mendengar mengenai perbandingan perempuan satu dengan perempuan
lainnya yang diibaratkan dengan permen ataupun kue di pasar. Yang satu kue di
etalase dan tertutup, dan yang satunya lagi kue di emperan dan terbuka..
dilaleri.. kue yang pertama adalah perempuan berjilbab, dan perempuan yang
kedua adalah yang tidak berjilbab. Analogi macam apa ini? tidak masuk akal,
bagaimana bisa manusia disamakan dengan benda?
Kaitannya dengan
pembahasan sebelumnya, di sini saya mencoba menjelaskan bahwa memang dunia ini sayangnya
milik laki-laki. Perempuan bahkan tidak memiliki ruang untuk memilih apa yang
diinginkannya. Kita, toh bukan hanya objeknya laki-laki bukan? Kita manusia
merdeka dan dapat menentukan sendiri definisi cantik kita tanpa harus melihat
definisi yang dibuat sebagian laki-laki tersebut.
Saya adalah
pengguna jilbab, dan ini adalah bentuk ungkapan perasaan saya yang selama ini
kecewa.. yang dianggap paling suci, dan jika saya melakukan sesuatu di luar
definisi suci tersebut, saya akan sangat dihina-hina. Penggunaan jilbab ini
adalah salah satu bentuk kebebasan berekspresi saya. saat ini, saya nyaman
dengan saya yang seperti ini. urusan dosa atau mendapat pahala, saya rasa itu
sudah menjadi Hak Tuhan untuk memberikannya. Saya harap tulisan singkat ini dapat mewakilkan keresahan
saya selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar