TENGAH MALAM begini saya masih duduk di depan laptop.
Memandangi timeline twitter dan facebook, lalu sesekali menggerutu dan memaki
dalam hati. Sesekali lagi saya mencoba
untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus diselesaikan beberapa hari lagi. Kemudian
kembali menatap timeline media sosial itu. Seperti berharap ada sesuatu yang
dapat saya baca. Namun rupanya tidak. Rupanya guyonan seksis lebih
menarik dibagikan oleh kawan-kawan saya di facebook dibandingkan informasi
bermanfaat. Entah bagaimana dulu saya bisa berkawan dengan mereka di facebook.
Malam kemarin dan beberapa malam sebelumnya saya membaca
berita, pekerjaan sampingan saya di luar menjadi mahasiswa yang belum
lulus-lulus ini. Berita mengenai kekerasan seksual. Perlahan-lahan saya mulai
terlelap walaupun bacaannya belum selesai. Di sini ceritanya dimulai.
Beberapa kali saya membaca berita mengenai kekerasan
seksual, tentunya dengan diikuti umpatan dari mulut saya untuk si pelaku. Menganalisa
berita kekerasan ini tidak semudah melihat bagaimana tone berita hari ini
mengenai perusahaan kita. Lebih kompleks dari itu, melibatkan hati dan juga
otak yang harus selalu berjalan beriringan. Mungkin saya lelah, sampai akhirnya
tertidur sendiri.
Mimpi saya aneh. Malam pertama, saya sangat terhina
dengan mimpi saya sendiri. Pasalnya, dalam mimpi itu saya digambarkan menjadi
seorang plagiat dalam sebuah karya tulis saya. entah apa maksudnya. Malam kedua
saya mimpi disidang untuk penelitian saya. sungguh, ini bukan rekayasa. Hasilnya
menggantung, mungkin Tuhan sedang menyolek saya untuk kembali melihat
penelitian saya yang memang sebentar lagi akan disidangkan.
Entah bagaimana hubungannya, tapi akhir-akhir ini saya
merasa mendapatkan tekanan yang sangat tinggi dari diri saya sendiri. Selain karena
memang sedang memikirkan hasil penelitian saya, berita yang saya temui di
analisa media tersebut ternyata diam-diam membawa saya pada pengalaman buruk
yang pernah saya alami beberapa tahun lalu. Tepatnya, saya pernah menjadi
korban bully-ing di masa-masa SMP saya karena tubuh saya yang dianggap tidak
pantas untuk anak SMP.
Hidup tidak bisa seadil yang saya pernah bayangkan ketika
saya kecil. Dulunya saya menganggap dunia akan indah saja meskipun saya
beranjak dewasa. Nyatanya tidak. Terpapar realitas membuat saya semakin
mengutuk diri sendiri yang hanya bisa
diam. Hari ini saya membaca berita ibu-ibu petani dari sebuah daerah yang
datang ke Jakarta untuk bertemu presiden, untuk bicara mengenai penolakkan
warga mengenai pembangunan pabrik semen di daerahnya. Memasung kaki mereka
menggunakan semen sebagai bentuk bahwa pabrik semen tersebut kelak akan
memenjara mereka, sama seperti yang dilakukan oleh pasungan tersebut. Padahal wilayah
itu adalah milik mereka sendiri dan di sanalah mereka hidup, mencari makan, dan
beristirahat.
Saya hanya bisa tercengang, menangis, dan sampai saat ini
mengungkapkan kekesalan saya melalui tulisan. Meski tulisan ini tidak
beruntun.. tapi memang ini yang saya butuhkan sebagai cara menyembuhkan jiwa
saya yang mungkin –kelak pada waktunya- akan benar-benar tidak dapat sembuh. Tidak
ada solusi yang dapat saya berikan dari tulisan ini, karena memang tulisan ini
adalah tulisan kedepresian saya dalam melihat realitas. Saya takut akan
realitas. Misalnya di depan saya ada jam yang menujjukkan pukul 12.44.
Sedangkan besok pagi saya harus tetap menyelesaikan tugas yang tertunda. Dan entah
kenapa, saya mulai takut dengan diri saya sendiri sekarang. Mungkin sudah
saatnya tidur dan berimajinasi kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar