Seni tidak harus selalu tinggi. Setidaknya itu adalah kalimat
pertama yang muncul di benak ku tentang seni yang menghiasi tembok
jalan di kota Tangerang. Menelusuri jalan di sekitaran
Pasar Lama, pandangan mata terhenti pada sebuah gambar unik yang dibuat di atas
sebuah tembok seukuran rumah dua tingkat. Lalu lalang yang padat dan juga
kesumpekkan pasar lama di pasar lama nampaknya bisa dibayar
dengan gambar super besar ini. Di dalam
gambar tersebut ada seorang pria yang sedang
melompat ke sungai Cisadane.
Photo By Aniq Tasia
Sungai Cisadane dilambangkan dengan warna biru cerah, dengan background gambar tersebut juga berwarna biru.
Seakan memang dipasang untuk memberi sebuah kejutan di balik padat dan macetnya
kawasan Pasar Lama. Aku memandangi gambar itu mulai dari satu persatu lekukan,
dan seperti terbawa suasana mengingat lompatan demi
lompatan dari pinggiran sungai Cisadane. Melompat
dan tertawa mengikuti suara hati, anak-anak polos yang
tak pernah takut untuk melompat. Entah berapa meter dalamnya
sungai ini, yang pasti melompat dan berenang disungai Cisadane siang hari
memang asik.
Photo By Aniq Tasia
Seni yang
sebelumnya selalu kukira berada di dalam sebuah gedung dan bersekat-sekat
tinggi sesuai selera, ternyata dapat dinikmati oleh publik yang luas. Tidak
peduli apakah dia sekolah ataupun tidak, tidak peduli apakah dia mengerti seni
ataupun tidak. Sangat indah sekali, seperti bermain drama di atas sebuah gambar
yang besar itu. Mengikuti aliran sungai Cisadane yangselalu mengalir tenang,
bersama dengan warga pinggiran sungai Cisadane, ditambah lagi jika sedang
berlangsung perayaan-perayaan yang memang
dirayakan di atas sungai ini.
Seperti
perayaan Peh Tjun, yang digambarkan di tembok sebelahnya. Berwarna merah dan
memiliki keruncingan di ujungnya masing-masing. Sebuah
gambar perahu, yang sebenarnya aku pun belum
pernah merasakan bagaimana menaikki perahu itu, tapi
tiba-tiba saja terbayang dipikiranku orang-orang
ramai berada di pertengahan sungai sedang
berlomba mengayuh dayungnya, berlomba untuk berjalan paling depan.
Dari kawasan pasar lama ini aku belajar banyak sekali tentang
Tangerang, khususnya tentang budaya seni yang ada di kota ini.
Photo By Aniq Tasia
Tidak puas dengan gambar yang bercerita satu kisah saja, aku
melangkahkan kakiku ke daerah atau lokasi graffiti dan mural yang berada di
dekat perapatan sinta. Sepanjang perjalanan yang berisi tembok itu penuh sekali
dengan gambar-gambar para seniman tangerang. Karya seni disini lebih beragam
lagi, banyak dari mereka (bomber) yang menggambarkan dan menuliskan sebuah
tulisan berbentuk kritik pada pemerintah. Mereka benar-benar memanfaatkan
tembok untuk sesuatu yang sangat berguna, untuk membela dan memperjuangkan
hak-hak sebagai rakyat. Sepertinya, komunitas seni yang menggambarkan objek ini
paham betul dengan permasalahan yang dialami oleh kota Tangerang, sehingga
pesan-pesan yang ada di tembok itu juga sangat spesifik dan berani.
Kebudayaan dan juga politik sudah dapat dirangkum
di atas sebuah dinding yang luas. Pekerja seni yang membuat gambar tersebut
benar-benar berpengetahuan luas dan juga tidak sempit, mereka memandang bahwa
seni bukan lagi semata-mata harus selalu tinggi, karena memang dasarnya seni
bisa memiliki arti, tergantung dari persepsi masing-masing orang. Seni bukan
lagi semata-mata bicara mengenai luas kanvas yang terbatas, tapi bagaimana
menggunakan tembok yang besar sebagai medium untuk berkomunikasi dan bercerita
bahwa Tangerang adalah sebuah kota dengan sejuta cerita dan Tangerang adalah
sebuah kota dengan sejuta kenangan yang dapat membuat kita candu untuk datang
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar