Minggu, 19 Juli 2015

Melestarikan Budaya Lewat Kesenian

Seni tidak harus selalu tinggi. Setidaknya itu adalah kalimat pertama yang muncul di benak ku tentang seni  yang menghiasi  tembok jalan di  kota Tangerang.  Menelusuri  jalan di  sekitaran Pasar Lama, pandangan mata terhenti pada sebuah gambar unik yang dibuat di atas sebuah tembok seukuran rumah dua tingkat. Lalu lalang yang padat dan juga kesumpekkan pasar lama di pasar lama nampaknya  bisa  dibayar  dengan  gambar  super  besar  ini.  Di dalam gambar tersebut  ada seorang pria  yang  sedang  melompat  ke sungai Cisadane.  
 Photo By Aniq Tasia

Sungai  Cisadane dilambangkan dengan warna biru cerah, dengan background gambar tersebut juga berwarna biru. Seakan memang dipasang untuk memberi sebuah kejutan di balik padat dan macetnya kawasan Pasar Lama. Aku memandangi gambar itu mulai dari satu persatu lekukan, dan seperti terbawa suasana  mengingat  lompatan  demi  lompatan  dari  pinggiran  sungai Cisadane. Melompat  dan tertawa mengikuti suara  hati,  anak-anak polos  yang tak  pernah takut  untuk melompat.  Entah berapa meter dalamnya sungai  ini, yang pasti melompat dan berenang disungai Cisadane siang hari memang asik.
Photo By Aniq Tasia

Seni yang sebelumnya selalu kukira berada di dalam sebuah gedung dan bersekat-sekat tinggi sesuai selera, ternyata dapat dinikmati oleh publik yang luas. Tidak peduli apakah dia sekolah ataupun tidak, tidak peduli apakah dia mengerti seni ataupun tidak. Sangat indah sekali, seperti bermain drama di atas sebuah gambar yang besar itu. Mengikuti aliran sungai Cisadane yangselalu mengalir tenang, bersama dengan warga pinggiran sungai Cisadane, ditambah lagi jika sedang  berlangsung  perayaan-perayaan  yang  memang  dirayakan  di atas  sungai  ini.

Seperti perayaan Peh Tjun, yang digambarkan di tembok sebelahnya. Berwarna merah dan memiliki keruncingan  di  ujungnya  masing-masing.  Sebuah gambar  perahu,  yang  sebenarnya  aku pun belum  pernah  merasakan bagaimana  menaikki  perahu  itu,  tapi  tiba-tiba  saja  terbayang  dipikiranku orang-orang  ramai  berada  di  pertengahan  sungai  sedang  berlomba mengayuh dayungnya,  berlomba untuk berjalan paling depan. Dari  kawasan pasar lama ini  aku belajar banyak sekali tentang Tangerang, khususnya tentang budaya seni yang ada di kota ini.

Photo By Aniq Tasia
Tidak puas dengan gambar yang bercerita satu kisah saja, aku melangkahkan kakiku ke daerah atau lokasi graffiti dan mural yang berada di dekat perapatan sinta. Sepanjang perjalanan yang berisi tembok itu penuh sekali dengan gambar-gambar para seniman tangerang. Karya seni disini lebih beragam lagi, banyak dari mereka (bomber) yang menggambarkan dan menuliskan sebuah tulisan berbentuk kritik pada pemerintah. Mereka benar-benar memanfaatkan tembok untuk sesuatu yang sangat berguna, untuk membela dan memperjuangkan hak-hak sebagai rakyat. Sepertinya, komunitas seni yang menggambarkan objek ini paham betul dengan permasalahan yang dialami oleh kota Tangerang, sehingga pesan-pesan yang ada di tembok itu juga sangat spesifik dan berani. 
Kebudayaan dan juga politik sudah dapat dirangkum di atas sebuah dinding yang luas. Pekerja seni yang membuat gambar tersebut benar-benar berpengetahuan luas dan juga tidak sempit, mereka memandang bahwa seni bukan lagi semata-mata harus selalu tinggi, karena memang dasarnya seni bisa memiliki arti, tergantung dari persepsi masing-masing orang. Seni bukan lagi semata-mata bicara mengenai luas kanvas yang terbatas, tapi bagaimana menggunakan tembok yang besar sebagai medium untuk berkomunikasi dan bercerita bahwa Tangerang adalah sebuah kota dengan sejuta cerita dan Tangerang adalah sebuah kota dengan sejuta kenangan yang dapat membuat kita candu untuk datang kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar