Jumat, 21 September 2012

Rain

      wangi hujan merasuk ke dalam kalbu. entah apa itu, aku tidak dapat mendefinisikannya. aku mencintai hujan seperti aku mencintai cahaya matahari. bagiku hujan sebuah anugerah dari Tuhan untuk kita umat manusia. datang dari gerimis dan lama-lama menjadi besar. aku suka itu. aku suka semua tentang hujan. wanginya, basahnya yang membuat tubuhku kaku karena dinginnya.
      Raina namaku, orang memanggilku Rain. entah bagaimana mereka menyamakan aku dengan nama laki-laki itu. tapi aku senang karne setiap mereka memanggilku Rain aku selalu merasa menjadi sesuatu yang indah. orang yang memberikan nama ini untukku sudah meninggal ketika aku berumur 3 tahun. harusnya aku ikut dengan mereka supaya tidak menyusahkan orang panti asuhan seperti sekarang ini.
      sudah 16 tahun aku tinggal di panti asuhan ini. semuanya. di usia ke 20 ku nanti aku harus angkat kaki dari sini. entah siapa manusia yang akan mengasuhku lagi.
      Aku bekerja di sebuah toko roti yang berada kira-kira 500 km dari panti asuhan tempatku tinggal. aku sudah menyelesaikan sekolah ku ketika aku  berumur 18 tahun. penghasilanku perbulan tidak begitu banyak. cukup untuk aku makan setengahnya dan setengahnya lagi ku berikan pada ibu mulan. beliau ibu ketua yayasan panti asuhanku.
     "rain. dibelakang masih ada 50 roti abon. tolong dibwa ke sini ya." lira, pemilik toko roti itu membuyarkan lamunanku.
     "oh iya, maaf ya lagi ngeliatin ujan jadi gni deh mbak. hehehe" tawaku kecil yang dibalas senyuman indahnya wanita ini. umurnya tak jauh dari umurku. aku memanggilnya mbak karna dia tidak ingin dipanggil ibu. padahal ia sudah memiliki 1 orang anak.
     aku membawa dus yang berisi roti dan menyusunnya di rak. toko ini sedang sepi pengunjung. sampai seorang laki-laki muda masuk ke dalam toko dengan keadaan basah kuyup. Ia menghampiri Lira dan memberikan bungkusan kecil. Lira menyuruhku untuk ke lantai 2 untuk menyiapkan kamar. tanpa komentar apapun aku pergi dan segera membereskan kamar yang jarang dipakai tersebut.
     "udah disiapin mbak" kataku ketika turun ke lantai 1 dan melihat laki-laki itu mencium pipi Lira. Buru-buru mereka merapihkan pakaian mereka. entah apa yang laki-laki itu lakukan pada lira, aku hanya bisa terdiam dan mencoba mengalihkan perhatianku. lelaki itu langsung naik dan diikuti Lira.
     "kalo bapak dateng, tolong kamu temenin dia buat nemenin kiki di rumah ya. bilang kalo saya ada urusan sama client. toko kamu tutup aja, dan kamu bawa kuncinya. saya ada kunci satunya lagi kok" perintah Lira kepadaku. entah apa yang wanita ini pikirkan.
      "oh sip mbak." aku menjawabnya dengan senyuman kecut sampur muka banyak pertanyaan.
ia naik ke lantai 2 dan seketika itu aku mendengar pintu kamar ditutup dan dikunci. aku tidak ingin berprasangka buruk. bagaimapun juga ia adalah majikanku.
      tidak lama aku menunggu pak Reno. mungkin istrinya sudah mengirimkan pesan untuknya. tanpa basa-basi pak reno menyuruhku naik ke dalam mobilnya. entah apa yang terjadi antara sepasang suami istri ini. mengapa mereka tidak pulang bersama dan langsung menjemput kiki saja? entahlah.
     "kamu udah makan Rain?" pertanyaan pak Reno mengalihkan lamunanku.
     aku menoleh sedikit ke arah dia. sambil menjawab malu. "belum pak. mungkin nanti dari rumah langsung aja pulang"
     "oh kalo gitu kita makan dulu aja ya? mau kan?" pertanyaan itu membuatku takut sekalipun penasaran mengapa.
     "ngga usah pak. kiki ngga ada yang nemenin dia kan di rumah pak"
     "ada bibi sama temen-temennya. saya tadi dari rumah."
     tanpa memperdulikan penolakkan ku pak Reno terus membawa mobil itu jauh. aku pun tidak tahu di mana kami berada. ia membawaku pada satu restoran yang mewah. entah apa namanya. aku pun susah untuk menyebutkannya.
     pak reno seorang bisnisman yang masih sangat muda. umurnya masih 26 tahun. tampangnya sangat tampan. tidak ada yang mengira kalau ia sudah memiliki anak 1.
    ia membawaku pada satu meja dipojokkan dengan cahaya yang redup dan sangat terlihat romantis. ada angin di dalam hatiku. aku merasa sangat senang dengan ini semua. aku sudah cukup lama memendam rasa pada pak reno. tapi mau bagaimana lagi dia adalah suami dari majikanku.
    "duduk rain. aku mau ngomong." ia menyuruhku duduk di depannya. aku tidak menjawabnya. aku berusaha menghilangkan rasa GR ku ini. ia memesan makanan sendiri dan memesankan makanan untukku juga. setelah itu dia duduk di depanku.
    ia mengeluarkan tempat perhiasan dari kantong jasnya dan menaruh itu tepat didepan mataku. isyarat matanya menyuruhku untuk memakai itu.
    "apa ini maksudnya pak?"
    "pakailah. aku membelikannya buat kamu. jangan panggil bapak ah. aku ingin sekali ini kamu manggil aku reno, ya?"
    "pak, saya ngga mau. ini ngecewain ibu nantinya. dia sudah percaya sama saya."
    "rain. aku mencintaimu dari dulu. sejak pertama kita bertemu. setiap hari kita bertemu. tolong terima cintaku rain.."
    "reno, kau sudah punya anak dan istri. apa salahnya mereka?"
    "anak itu bukan anakku! aku tidak mencintai istriku rain. kami dulu dipaksa menikah oleh orang tua kami. kiki itu anak dari kekasih lira yang lain. bukan aku. tolong rain, menikahlah denganku. ku mohon, aku tahu kau memiliki rasa yang sama sepertiku. hiduplah denganku, aku tidak akan mengecewakanmu."
    "ngga bisa ren. istrimu aja kamu khianatin, gimana aku?"
    reno berdiri dan mendekatiku. ia memohon dengan sangat padaku. ia berlutut sampai air matanya tumpah. merasa bersalah aku bangunkan ia dan menyuruhnya kembali duduk ke tempat semula.
    aku membuka kotak perhiasan itu dan menemukan cincin di dalamnya. ada sepasang cincin. eku mengambil yang ukurannya lebih kecil dan mencobanya di jari manis kiriku. ternyata tidak muat.
    "ngga muat nih" kataku padanya. ia menggenggam tangn kananku dan mengambil cincin itu dari tangaku.
    "ini buat di sini." ia memasangkan cincin itu ke tangan kananku. sambil tersenyum ia berkata "menikahlah denganku, ya?"
   senyuman simpul dari bibirku mendandakan 'ya'.
   kamipun menikah keesokan harinya. tanpa dihadiri lira.
   akhirnya aku pindah dari panti asuhan itu. bermandikan hujan dibawah langit yang gelap, aku membawa barang-barangku dari panti asuhan.


HUJAN, JANGAN MARAH.
BUKAN AKU YANG MENGHENDAKI INI SEMULA
AKU BUKAN PEREBUT SUAMI ORANG
KAMI HANYA DITAKDIRKAN DALAM SATU CINTA
DAN KASIH
AKU TIDAK DAPAT BERBOHONG 
PADA DIRIKU SENDIRI
BAHWA AKU JUGA
SANGAT MENCINTAINYA.



jum'at, 21 september 2012
oleh Bunga Manggar Riska